Terbenam: Kejaran Tak Terhenti di Ujung Senja
Lagu “Terbenam” dari Pandarra menawarkan narasi yang mendalam tentang perjalanan hidup dan usaha yang tak kenal lelah dalam mengejar tujuan, meski akhirnya harus menerima kenyataan pahit
Lagu “Terbenam” dari Pandarra menawarkan narasi yang mendalam tentang perjalanan hidup dan usaha yang tak kenal lelah dalam mengejar tujuan, meski akhirnya harus menerima kenyataan pahit. Melalui lirik yang kaya metafora, Pandarra menciptakan suasana emosional yang menggambarkan keterikatan antara manusia dan matahari sebagai simbol impian atau harapan yang terus dikejar, namun pada akhirnya tak dapat dihindari akan tenggelam.
Lirik lagu:
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Cahayanya jatuh perlahan
Tirai layung turun tampak jingga
Aku bangkit dan tergesa
Menyeka lelah tiada sudah
Ke ufuk barat, ku berlari
Berpacu memburu matahari
Harapku waktu membeku
Agar gelap enggan menjemputku
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Hampir segera bersemayam sang pijar
Tak jua rela, semakin kukejar
Kilaunya mendekat
Seolah dapat kugenggam
Tanganku menjulur
Hendak menyentuhnya
Namun, tubuhku melepuh
Terhempas jatuh ke tanah
Dan ia terbenam
Na-na-na-na-na-na-na (hei), na-na-na-na
Na-na-na-na-na-na (hei)
Na-na-na-na-na-na-na (hei), na-na-na-na
Na-na-na-na-na-na (hei)
Hampir segera bersemayam sang pijar
Tak jua rela, semakin kukejar
Kilaunya mendekat
Seolah dapat kugenggam
Tanganku menjulur
Hendak menyentuhnya
Namun, tubuhku melepuh
Terhempas jatuh ke tanah
Dan ia terbenam
Kilaunya mendekat
Seolah dapat kugenggam
Tanganku menjulur
Hendak menyentuhnya
Namun, tubuhku melepuh
Terhempas jatuh ke tanah
Dan ia terbenam
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
Oh, oh-oh, oh, oh-oh
Oh-oh, oh-oh-oh
....
Mengejar Matahari di Ujung Senja
Lagu ini dibuka dengan lirik “Cahayanya jatuh perlahan, Tirai layung turun tampak jingga,” yang membawa pendengar ke dalam suasana senja, momen ketika matahari mulai tenggelam. Senja menjadi simbol penting dalam lagu ini—melambangkan akhir sebuah perjalanan atau siklus yang sedang berakhir. Pandarra dengan lihai menggabungkan keindahan visual senja dengan perasaan terburu-buru dalam lirik “Aku bangkit dan tergesa, Menyeka lelah tiada sudah”.
Di sini, muncul gambaran seseorang yang merasa bahwa waktu sedang habis, dan ia harus terus berlari untuk mengejar matahari, atau dalam konteks lebih luas, mengejar impiannya. “Ke ufuk barat, ku berlari, Berpacu memburu matahari” menegaskan bahwa meski tahu waktu terus berjalan, ia tidak rela kehilangan cahayanya, tidak rela berhadapan dengan kegelapan yang akan datang.
Harapan yang Tak Terpenuhi
Meski berlari sekuat tenaga, ada keraguan dan rasa tak berdaya yang merasuki lirik ini. “Harapku waktu membeku, Agar gelap enggan menjemputku” merupakan ungkapan ketakutan akan kegelapan—tak hanya dalam arti harfiah, tetapi juga metaforis. Kegelapan ini mungkin merujuk pada kehilangan harapan, ketidakpastian, atau kegagalan. Pandarra menggunakan matahari sebagai lambang harapan yang perlahan menghilang di ufuk barat, dan harapan yang terus dikejar namun terasa semakin jauh.
Bagian refrain dalam lirik “Hampir segera bersemayam sang pijar, Tak jua rela, semakin kukejar” memperlihatkan keputusasaan ketika menyadari bahwa meskipun dikejar, matahari tetap akan terbenam, membuat perasaan tak rela semakin mendalam.
Penerimaan yang Berat
Meski lagu ini diawali dengan perjuangan mengejar cahaya, pada akhirnya ada kesadaran yang datang diiringi rasa sakit. “Tanganku menjulur, Hendak menyentuhnya, Namun tubuhku melepuh, Terhempas jatuh ke tanah, Dan ia terbenam” merupakan gambaran dari ketidakmampuan untuk mempertahankan sesuatu yang diinginkan. Meskipun impian terasa begitu dekat, pada akhirnya ia harus menerima kekalahan, terhempas ke tanah, dan menyaksikan matahari tenggelam.
Lirik ini menyampaikan perasaan frustrasi ketika usaha maksimal masih tidak cukup untuk menggapai impian. Ada perasaan rapuh dan terluka, namun juga ada penerimaan bahwa siklus ini adalah bagian alami dari kehidupan.
Pengulangan dan Simbolisme
Pengulangan frase “Kilaunya mendekat, Seolah dapat kugenggam” menciptakan kesan mendalam tentang bagaimana kita sering merasa begitu dekat dengan apa yang kita kejar, tetapi ternyata impian tersebut tetap tidak terjangkau. Dengan mengulangi adegan ini beberapa kali, Pandarra menekankan pentingnya perjalanan itu sendiri, meskipun akhir dari perjalanan tersebut tidak selalu sesuai harapan.
Kekuatan dari “Terbenam” terletak pada cara Pandarra menggambarkan keseimbangan antara keinginan untuk terus berjuang dan kebutuhan untuk menerima batas-batas kehidupan. Matahari, meski kerap dikejar, akan selalu tenggelam, dan ini adalah bagian dari siklus yang tak terelakkan.
Kesimpulan
“Terbenam” adalah sebuah lagu yang penuh dengan refleksi tentang usaha manusia dalam mengejar sesuatu yang berharga, meski pada akhirnya harus dihadapkan dengan kenyataan pahit. Pandarra menenun narasi puitis ini dengan sempurna, membawa pendengar dalam perjalanan emosional yang menggambarkan keindahan dan kesedihan senja. Lagu ini mengingatkan kita bahwa tidak semua yang kita kejar dapat kita miliki, dan kadang-kadang, bagian terpenting dari perjalanan adalah belajar melepaskan dan menerima saat matahari akhirnya terbenam.
What's Your Reaction?