"Forgot Password": Kritik Sosial Terhadap Kehidupan Digital dari Nadin Amizah dan Hindia

Lagu "Forgot Password" yang diciptakan dan dibawakan oleh Nadin Amizah dan Hindia adalah sebuah karya yang penuh kritik terhadap fenomena dunia digital saat ini

"Forgot Password": Kritik Sosial Terhadap Kehidupan Digital dari Nadin Amizah dan Hindia

Lagu "Forgot Password" yang diciptakan dan dibawakan oleh Nadin Amizah dan Hindia adalah sebuah karya yang penuh kritik terhadap fenomena dunia digital saat ini. Dengan lirik yang tajam dan jujur, mereka menggambarkan hubungan yang rumit antara manusia dan dunia maya—tempat di mana kesalahan kecil dapat menjadi bencana besar, dan identitas kita bisa hilang di tengah kegaduhan yang tiada henti.

Lirik yang Menyoroti Ketegangan di Dunia Maya

Lagu ini langsung membuka dengan pengakuan tentang ketidaknyamanan terhadap dunia digital: “Ku yakin kau sama juga seperti aku benci butuh dunia maya.”

Pernyataan ini mewakili perasaan banyak orang yang merasa terjebak dalam ketergantungan pada dunia maya, meskipun mereka membencinya. Ada keinginan untuk menjauh dari kebisingan digital, namun juga kesadaran bahwa dalam banyak hal, dunia maya sudah menjadi kebutuhan tak terhindarkan.

Segala hal yang kita lakukan di dunia digital kini tidak lepas dari pengawasan publik, seperti terlihat dalam lirik: “Buat salah di sana babak belur dicerca, buat salah di sana sakiti yang kucinta.”

Nadin dan Hindia menggambarkan betapa kecilnya ruang untuk kesalahan di media sosial. Setiap langkah atau kata yang dianggap salah dapat membawa konsekuensi besar, baik secara pribadi maupun bagi orang yang kita cintai. Ini mencerminkan bagaimana dunia maya telah menjadi ajang penghakiman massal, di mana kesalahan atau perbedaan pendapat kerap diserang tanpa ampun.

Lirik lagu:

Ku yakin kau sama juga seperti aku benci butuh dunia maya

Segala hal baik ku doakan untukmu karena ku tahu rasanya

Buat salah di sana babak belur dicerca

Buat salah di sana sakiti yang kucinta

Aku tahu kau juga melihat aku buang jiwa di sana

Terbawa apa pun yang terlihat bebas lupa bawa logika

Buat salah di sana kematian jadi doa

Buat salah di sana nilaiku hilang sempurna

Dan semua pun sibuk menjebak terjebak

Menggonggong merintih mohon pertolongan dari

Diri sendiri

Dan aku sadari

Semua berisik ku berteriak

Semua berisik ku pilih diam

Aku membenci sepenuh hati

Aku menjadi hal yang ku benci

Kehilangan Identitas dan Keterasingan

Lirik: “Aku tahu kau juga melihat aku buang jiwa di sana, terbawa apa pun yang terlihat bebas lupa bawa logika”

menunjukkan betapa mudahnya kehilangan diri dalam dunia digital. Kita sering kali terjebak dalam arus konten dan opini yang terlihat bebas, hingga tanpa sadar mengesampingkan logika dan nilai-nilai pribadi. Dalam upaya mengikuti tren dan standar sosial yang terus berubah, banyak orang justru merasa kehilangan jati diri mereka sendiri.

Kritik ini semakin dalam ketika lirik: “Buat salah di sana kematian jadi doa, buat salah di sana nilaiku hilang sempurna”

mengungkapkan betapa parahnya dampak kesalahan di media sosial. Sebuah kesalahan kecil bisa berubah menjadi krisis yang mengancam reputasi seseorang, bahkan bisa menyebabkan ancaman nyawa. Dunia maya, yang seharusnya menjadi ruang untuk berbagi dan berinteraksi, sering kali berubah menjadi tempat yang mematikan secara emosional dan mental.

Kebisingan Digital dan Pilihan Diam

Puncak dari kritik ini terlihat dalam bagian lirik: “Dan semua pun sibuk menjebak terjebak, menggonggong merintih mohon pertolongan dari diri sendiri.”

Di sini, Nadin dan Hindia menyoroti bagaimana orang-orang di dunia maya sering kali terjebak dalam siklus kebingungan dan permohonan pertolongan. Mereka menggambarkan situasi di mana kita semua terjebak dalam jeratan yang kita buat sendiri—mencari pengakuan, validasi, dan perhatian, tetapi pada akhirnya merasa hampa.

Kemudian mereka memilih untuk diam di tengah kebisingan: “Semua berisik ku berteriak, semua berisik ku pilih diam.”

Ini adalah refleksi bahwa dalam kegaduhan dan kebisingan dunia maya, terkadang satu-satunya cara untuk menjaga kewarasan adalah dengan menarik diri dan memilih diam. Ada kelelahan emosional yang terungkap, di mana berteriak tidak lagi memberi arti, dan pilihan untuk diam menjadi langkah yang lebih bijaksana.

Kebencian terhadap Diri Sendiri

Salah satu tema yang paling kuat dalam lagu ini adalah kebencian terhadap diri sendiri, yang diungkapkan dengan sangat jujur dalam lirik: “Aku membenci sepenuh hati, aku menjadi hal yang ku benci.”

Lagu ini menunjukkan bagaimana seseorang bisa terjebak dalam siklus kebencian, baik terhadap dunia maya maupun terhadap diri sendiri yang perlahan berubah menjadi bagian dari hal yang mereka benci. Dunia maya yang awalnya dianggap sebagai tempat kebebasan, justru menjadi tempat di mana identitas kita terdistorsi dan kita berubah menjadi sesuatu yang kita tidak pernah inginkan.

Kesimpulan

"Forgot Password" adalah sebuah lagu yang menggambarkan pergulatan emosional antara manusia dengan dunia maya yang terus-menerus menuntut perhatian dan kesempurnaan. Nadin Amizah dan Hindia dengan cerdas menyampaikan pesan tentang bagaimana dunia digital dapat menghancurkan identitas, membuat kita terjebak dalam siklus kebencian, dan mengaburkan batas antara diri kita yang sebenarnya dengan persona digital yang kita ciptakan.

Lagu ini menjadi cerminan dari tekanan sosial yang dihadapi banyak orang di era modern, di mana setiap langkah bisa menjadi pusat perhatian dan penghakiman. "Forgot Password" mengingatkan kita akan pentingnya menjaga jati diri dan mengingat bahwa kita punya kendali untuk menarik diri dari kebisingan dunia digital, bahkan ketika dunia maya tampak begitu menggoda dan mendominasi kehidupan kita.

Dalam kebisingan dan kecepatan dunia maya, terkadang yang kita butuhkan adalah jeda sejenak, dan "Forgot Password" berhasil menangkap esensi dari perjuangan untuk tetap waras di tengah dunia digital yang serba cepat dan penuh tuntutan.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow